Praperadilan merupakan istilah hukum yang merujuk pada pemeriksaan pendahuluan. Tentang praperadilan telah diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP/Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana).
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang apa yang dimaksud dengan praperadilan, siapa saja pihak yang berhak mengajukan praperadilan dan bagaimana tahapan pelaksanaan sidang praperadilan, simak penjelasannya menurut UU Nomor 8 Tahun 1981 atau KUHAP berikut ini:
Mengutip Pasal 1 angka 10 KUHAP, praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri (PN) untuk memeriksa dan memutus menurut sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan yang diatur dalam Undang-undang ini (KUHAP), yang meliputi tentang:
Ada tiga pihak yang berhak mengajukan praperadilan, yaitu tersangka jika penahanan atas dirinya bertentangan dengan Pasal 21 KUHAP, atau melewati batas waktu Pasal 24 KUHAP, penyidik, dan Penuntut Umum atau pihak ketiga (saksi korban).
Bagi tersangka atau pihak keluarganya yang mendapatkan tindakan dari aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugasnya tanpa alasan berdasarkan Undang-undang atau keliru orang atau hukumnya, maka pihaknya berhak mendapatkan ganti rugi dan rehabilitasi.
Dalam hal tuntutan ganti kerugian dan rehabilitasi yang diajukan tersangka, keluarga atau penasihat hukumnya harus didasarkan atas penangkapan yang tidak sah, penggeledahan atau penyitaan yang bertentangan dengan ketentuan hukum dan Undang-undang, dan kekeliruan mengenai orang yang ditangkap, ditahan, atau diperiksa.
Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga atau kuasanya kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya. Acara pemeriksaan praperadilan ini ditentukan sebagaimana menurut Pasal 82 ayat (1) KUHAP sebagai berikut: