SRIPOKU.COM, MUSI RAWAS – Desa Semangus Lama dan Semangus Baru, dua desa yang berada di Kecamatan Muara Lakitan, Kabupaten Musi Rawas, tidak hanya dikenal karena lokasinya yang dipisahkan oleh Sungai Musi, namun juga menyimpan sejarah panjang dan budaya yang masih hidup hingga kini.

Dahulu, Semangus merupakan satu desa yang kemudian mengalami pemekaran menjadi dua wilayah administratif.

Meski terbagi, keduanya tetap memiliki akar sejarah dan budaya yang sama, termasuk keberadaan dua rumah bersejarah yang hingga saat ini masih terjaga dengan baik, yaitu Rumah Pangeran H. Amak di Semangus Lama dan Rumah Depati Agent di Semangus Baru.

Pamong Budaya dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Musi Rawas, Emiliana, menyebutkan bahwa kedua rumah tersebut masih ditempati oleh keturunan langsung dari tokoh-tokoh pendirinya.

"Rumah itu masih terjaga hingga saat ini dan ditempati oleh keturunannya," ujar Emil, Selasa (1/7/2025).

Emil menjelaskan, kedua tokoh tersebut memiliki peran penting dalam pembentukan dan kemajuan masyarakat Desa Semangus pada masa lalu.

Meski sebagian bagian rumah sudah mengalami perbaikan, struktur utama dan ornamennya masih mempertahankan keaslian.

“Rumah Pangeran H. Amak telah direhab sebagian, namun masih mempertahankan ornamen aslinya. Sementara Rumah Depati Agent lebih utuh, lantai dua rumah tersebut bahkan masih dalam kondisi asli,” tambah Emil.

Rumah-rumah ini memiliki bentuk rumah panggung kayu bertingkat dua, khas arsitektur tradisional Sumatera Selatan, lengkap dengan ukiran dan perabotan asli seperti meja, kursi, dan lemari peninggalan zaman dahulu.

Asal Usul Nama Semangus: Legenda Ikan Hangus

Lebih dari sekadar bangunan bersejarah, Desa Semangus juga dikenal lewat kisah unik asal-usul namanya.

Suhada, salah satu sesepuh desa, menceritakan bahwa nama "Semangus" berasal dari gabungan kata "sema" (jenis ikan yang dulu banyak ditemukan di sungai setempat) dan "angos" (hangus).

“Dulu warga menangkap banyak ikan sema, lalu diawetkan dengan cara dijemur atau diasapi. Karena sering ditinggal saat proses pengasapan, ikan-ikan itu pun hangus. Dari situlah muncul nama Semangos, yang kemudian berubah menjadi Semangus,” kisah Suhada.

Tradisi mengolah ikan sema menjadi ikan salai pun masih lestari hingga kini.

Proses pengasapan alami tanpa bahan pengawet ini menjadikan ikan salai sebagai salah satu hasil olahan khas desa yang juga menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat Semangus.

Sejak zaman nenek moyang, warga Semangus sudah menggantungkan hidup dari Sungai Musi dan Sungai Semangus, baik untuk kebutuhan rumah tangga, transportasi, perikanan, hingga perdagangan antar desa dan kecamatan.

Baca Lebih Lanjut
Jangan Dikorupsi, Dana Desa Musi Rawas 2025 Sudah Cair Rp93 M, Ini Daftar Desa Terima Lebih Rp1 M
Muhammad Adib
Jangan Dikorupsi, Dana Desa Musi Rawas Utara 2025 Sudah Cair Rp36 M, Ini Daftar Desa Terima Rp1 M
Muhammad Adib
Asal-Usul Cianjur: Cerita Rakyat dari Jawa Barat
Galih permadi
Jangan Dikorupsi, Dana Desa Musi Banyuasin 2025 Sudah Cair Rp112 M, Ini Daftar Desa Terima Rp1 M
Muhammad Adib
Pencari Ikan di Subang Tewas Diduga Akibat Dipatuk Ular, Mayatnya Ditemukan di Pinggir Empang
Mutiara Suci Erlanti
Jasad Hangus Terbakar di Minibus, Istri Korban Ngaku Ngerit BBM, Terpantau CCTV 2 Kali Masuk SPBU
Hendra
Beli Ikan Sisa di Pasar, Wanita Ini Disindir Miskin
Detik
Jangan Dikorupsi, Dana Desa Penukal Abab Lematan Ilir 2025 Cair Rp34 M, Ini Daftar Desa Terima Rp1 M
Muhammad Adib
Dongeng Anak Sebelum Tidur, Kisah Ikan Mas Tua Dongeng dari Jepang
Galih permadi
Tri Meninggal Usai Alami Tabrakan Adu Jangkrik di Buleleng Bali, Alami Patah Tangan dan Luka Robek
Putu Dewi Adi Damayanthi