SURYA.co.id - Sosok Harjo Sutanto jadi sorotan seiring dengan beredarnya merek air minum kemasan baru, Aquviva.
Meski produk baru, tapi Aquviva langsung menguasai pasar air minum kemasan di Indonesia.
Publik pun penasaran siapa pemilik Aquviva.
Dia adalah Harjo Sutanto, yang tak lain adalah bos Wings Group.
Harta kekayaan Harjo Sutanto pun kembali jadi sorotan.
Harjo Sutanto menjadi orang terkaya ke-48 di Indonesia dengan total kekayaan US$ 530 juta atau sekitar Rp 7,42 triliun.
Padahal, dulu Harjo Sutanto memulai usahanya dengan berjualan sabun keliling.
Dirangkum dari Forbes dan laman resmi Wings, pada 1948 Harjo Sutanto bersama Johannes Ferdinand Katuari, mulai berjualan sabun dari rumah ke rumah di Jawa Timur.
Mereka memulai bisnis menggunakan sumber daya yang terbatas untuk membuat sabun cuci sederhana.
Didorong oleh kebutuhan untuk bertahan hidup di tahun-tahun pasca-perang, kedua pendiri dengan tegas menjajakan produk mereka dari pintu ke pintu, kios ke kios, desa ke desa.
Tekad mereka terbayar, sabun cuci tersebut diterima dengan baik oleh masyarakat. Keberhasilan tersebut memacu Katuari dan Sutanto untuk mengembangkan bisnis mereka, dan yang lebih penting, mengembangkan formulasi deterjen yang lebih efektif.
Kedua pengusaha tersebut kemudian mulai memproduksi deterjen krim yang dengan cepat menjadi kebutuhan pokok masyarakat Jawa Timur.
Deterjen krim adalah produk inovatif yang tidak ditemukan di tempat lain dengan harga lebih murah daripada deterjen bubuk karena biaya energi dan investasi mesin yang rendah.
Produk ini langsung menjadi hit karena memperkenalkan cara mencuci yang sangat praktis dan ekonomis untuk kebanyakan keluarga Indonesia. Dalam beberapa tahun, produk tersebut menjadi sangat populer melalui promosi ekstensif di seluruh Jawa dan segera setelah itu, di seluruh Indonesia.
Keduanya menamai usaha bisnis mereka Wings, mengambil inspirasi dari kreasi inovatif Ibu Pertiwi. Para pendiri bekerja seperti "sepasang sayap" dan berbagi nilai dan aspirasi yang sama.
Saat ini Wings adalah salah satu produsen sabun dan perlengkapan rumah tangga terbesar di Indonesia seperti pembersih toilet, deterjen, dan pembalut wanita.
Selain itu, produk Mie Sedaap-nya juga menjadi populer dan terjual di banyak negara. Harjo Sutanto juga memiliki waralaba Indonesia untuk pengecer Jepang FamilyMart.
Prajogo Pangestu, Orang Terkaya di Indonesia Versi Forbes Februari 2025
Sementara itu, Prajogo Pangestu jadi orang terkaya di Indonesia versi Forbes edisi Februari 2025.
Prajogo tercatat memiliki kekayaan bersih 32,9 miliar dollar AS atau setara Rp 538 triliun (kurs Rp 16.370)
Namun, tak disangka ternyata ia dulu adalah seorang sopir angkot.
Diketahui, Majalah bisnis Forbes membuat Peringkat Miliarder Real-time dengan melacak kekayaan bersih dan peringkat setiap individu di dunia yang masuk kategori miliarder.
Kekayaan para miliarder akan dihitung dari nilai saham yang dimiliki, kekayaan bersih perusahaan swasta, serta nilai perusahaan berdasarkan indeks pasar.
Berikut 10 orang terkaya di Indonesia pada akhir Februari 2025 menurut Forbes:
1. Prajogo Pangestu (80 tahun)
Status: pendiri PT Barito Pacific (perusahaan petrokimia)
Sumber kekayaan: petrokimia, energi Kekayaan bersih: 32,9 miliar dollar AS atau setara Rp 538 triliun (kurs Rp 16.370) per Rabu (26/2/2025).
Dalam peringkat Real Time Billionaires List, Prajogo Pangestu menjadi orang terkaya di dunia ranking 55 per Februari 2025.
2. Low Tuck Kwong (Rp 440 triliun )
3. Budi Hartono (Rp 365 triliun)
4. Michael Hartono (Rp 350 triliun)
5. Sri Prakash Lohia (Rp 139 triliun)
6. Otto Toto Sugiri (Rp 86 triliun)
7. Tahir dan keluarga (Rp 81 triliun)
8. Dewi Kam (Rp 76 triliun)
9. Agoes Projosasmito (Rp 73 triliun)
10. Chairul Tanjung (Rp 70 triliun)
Profil Prajogo Pangestu
Dilansir Surya.co.id dari Kompas.com, Prajogo Pangestu merupakan pria kelahiran Kalimantan Barat pada 1944. Nama aslinya adalah Phang Djoem Phen.
Prajogo merupakan putra dari seorang pedagang karet.
Dia terlahir dari keluarga biasa yang membuatnya hanya mampu mengenyam pendidikan sampai di tingkat sekolah menengah.
Pria berusia 79 tahun ini juga pernah berprofesi sebagai sopir angkot pada 1960-an.
Saat masih menjadi sopir angkot, Prajogo bertemu dengan pengusaha kayu asal Malaysia, Burhan Uray yang mengajaknya bergabung di perusahaan industri kayu, PT Djajanti Group.
Prajogo kemudian dipercaya menjadi general manager Pabrik Plywood Nusantara di Gresik, Jawa Timur pada 1976.
Setahun berkarier, Prajogo memutuskan untuk keluar dan memulai bisnisnya dengan membeli CV Pacific Lumber Coy.
Setelah membeli CV Pacific Lumber Coy, Prajogo mengganti namanya menjadi PT Barito Pacific Timber.
Pada 1993, perusahaan tersebut mulai dikenal masyarakat dan namanya berubah kembali menjadi Barito Pacific pada 2007.
Dikutip dari Forbes, bisnis itu pun berkembang di berbagai bidang. Pada 2007, Barito Pacific mengakuisisi 70 persen saham perusahaan petrokimia Chandra Asri yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
Lalu, pada 2011 misalnya, Prajogo mendirikan PT Chandra Asri Petrochemical yang merupakan penggabungan dengan Tri Polyta Indonesia dan menjadi produsen petrokimia terbesar di Indonesia.
Thaioil mengakuisisi 15 persen saham Chandra Asri pada Juli 2021.
Pada 2022 Prajogo membeli 33,33 persen saham Star Energy dari BCPH Thailand dengan nilai 440 juta dollar AS.
Perusahaan itu sudah diincarnya sejak 2009.
Akuisisi dilakukan melalui perusahaan di bawah kendali, Green Era.
Perusahaan swasta SIngapura itu tercatat memiliki 3 proyek panas bumi di Indonesia, yaitu PLTP Wayang Windu, PLTP Salak, dan PLTP Darajat, yang ketiganya berada di Provinsi Jawa Barat.
Setelah membawa perusahaan pertambangan batu baranya, Petrindo Jaya Kreasi, menjadi perusahaan publik pada Maret 2023, Prajogo mendaftarkan anak perusahaannya yang bergerak di bidang energi terbarukan, Barito Renewables Energy, enam bulan kemudian di bulan Oktober 2023.