TRIBUNCIREBON.COM - Inilah sosok Dika, bocah Pacu Jalur yang videonya viral hingga mancanegara.
Dalam video itu, Dika berbaju hitam menari di ujung perahu yang tengah mengikuti balapan Pacu Jalur.
Aksi dan tari Dika yang memakai kacamata hitam ini pun mendunia.
Beragam video dari seantero dunia menirukan aksi dansa atraktif sang bocah dan jadi tren Aura Farming.
Istilah Aura Farming ini, diketahui menggambarkan seseorang yang memancarkan aura keren atau berkarisma, seperti yang disematkan pada gaya para pendayung dan gerakan seseorang ketika Pacu Jalur.
Saking viralnya, akun TikTok raksasa Liga Italia, AC Milan, juga masuk ke dalam tren dengan sang maskot, Milanello, melakukan gerakan-gerakan yang dilakukan sang bocah dengan caption di video "AURA FARMING AKURASI 1899 persen ".
Satu lagi datang dari akun PSG yang stitch (menjahit) potongan-potongan video perayaan para pemain mereka dengan video viral sang bocah di depan perahu.
"Aura dia mencapai Paris" tulis caption di akun TikTok sang juara Liga Champions 2024-2025 tersebut.'
Lantas seperti apa sosok Dika?
Sosok Dika
Dilansir melalui unggahan di akun Instagram @kitasport.idn, Rabu (2/7/2025) Dika merupakan penari cilik Pacu Jalur atau Tukang Tari dari tim Tuah Koghi, di Provinsi Riau.
Ia bertugas menari di ujung jalur kala para pendayung tengah berlomba memacu jalur.
Biasanya Dika tampil menari dengan mengenakan baju adat melayu.
kukan gerakan-gerakan yang dilakukan sang bocah.
Bukan menari biasa, Dika juga harus memiliki kemampuan menjaga keseimbangan lantaran jalur yang dipacu di atas air tersebut kerap bergoyang dan berkecepatan tinggi.
Selain itu sebagai penari cilik pacu jalur Dika juga harus memiliki kemampuan berenang yang mumpuni.
Dalam video tersebut Dika yang sudah menjadi penari mengaku ingin menjadi pemcau jalur jika kelak sudah dewasa.
"Ingin jadi atlet pacu jalur," tuturnya.
Selama menjadi penari, Dika menuturkan dirinya paling menyukai Tepian Narosa tempat lomba Pacu Jalur biasa diselenggarakan.
Meski aksinya menari kerap membuat penonton was-was, bocah tersebut mengaku lebih takut jika timnya mengalami kekalahan dari pada terjatuh ke air.
Tentang Pacu Jalur
Dikutip dari situs resmi Kemdikbud, Pacu Jalur merupakan sejenis lomba dayung tradisional khas daerah Kuantan Singingi (Kuansing) yang hingga sekarang masih ada dan berkembang di Provinsi Riau.
Lomba dayung ini, menggunakan perahu yang terbuat dari kayu gelondongan yang oleh masyarakat sekitar juga sering disebut jalur.
Sejak beberapa tahun, Pacu Jalur telah masuk ke kalender pariwisata nasional di Riau yang diadakan oleh masyarakat Kuansing.
Kegiatan Pacu Jalur merupakan pesta rakyat yang terbilang sangat meriah.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Pacu Jalur merupakan puncak dari seluruh kegiatan, segala upaya, dan segala keringat yang mereka keluarkan untuk mencari penghidupan selama setahun.
Singkatnya, Pacu Jalur selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat.
Masyarakat Kuantan Singingi dan sekitarnya pun tuah ruah menyaksikan acara ini.
Selain sebagai event olahraga yang menarik animo masyarakat, festival Pacu Jalur juga mempunyai daya tarik magis tersendiri.
Festival Pacu Jalur merupakan hasil budaya dan karya seni khas yang merupakan perpaduan antara unsur olahraga, seni, dan olah batin.
Namun, masyarakat sekitar percaya bahwa yang banyak menentukan kemenangan dalam perlombaan ini adalah olah batin dari pawang perahu atau dukun perahu.
Pacu Jalur diselenggarakan di pinggir Sungai Kuantan (Teluk Kuantan) yang juga dikenal dengan nama Tepian Narosa di Kecamatan Kuantan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi.
Lokasi Pacu Jalur yang berada di Tepian Narosa berjarak kira-kira 150 km dari Kota Pekanbaru ke arah selatan.
Sementara itu, mengenai bahan baku perahu atau jalur rupanya berasal dari kayu gelondongan yang diambil dari hutan wilayah Kuantan Singingi.
Jadi, bukan sembarang kayu yang bisa dipergunakan untuk jalur ini.
Sebelumnya, tukang jalur atau orang yang ahli dalam membuat jalur pergi ke hutan untuk survey kayu.
Ada berbagai kriteria kayu yang dijadikan sebagai jalur, terutama besar (diameter) dan panjang kayu.
Setelah ditandai, penebangan terhadap kayu dilakukan. Namun, ada ritual tersendiri. Ini filosofinya adalah menghormati dan minta izin kepada hutan belantara untuk mengambil kayu yang cukup besar.