Jembatan Jurug disebut pertama dibangun pada 1913 dan rampung dua tahun kemudian. Banyak mitos dan legenda yang meliputinya.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Jembatan Jurug Kota Solo "memakan" korban. Seorang mahasiswa UNS berinisial DA (22) melompat di jembatan itu pada Selasa (1/7) dan ditemukan sehari kemudian dalam kondisi meninggal dunia.
DA adalah mahasiswa Program Studi D4 Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Sekolah Vokasi UNS angkatan 2021. Yang miris, mahasiswa asli Temanggung, Jawa Tengah, itu baru saja menyelesaikan skripsinya dan tinggal wisudah saja.
Jembatan Jurug adalah elemen vital bagi Kota Solo. Ini adalah jembatan yang menghubungkan Solo dengan kota-kota yang berada di seberang atau sisi timur Bengawan Solo, mulai dari Karangnyar, Sragen, Ngawi, Madiun, hingga Surabaya.
Menurut beberapa sumber, Jembatan Jurug mulai dibangun pada 1913 pada masa Pakubuwono X. Bagaimanapun juga, sosok yang disebut terakhir itu adalah bapak pembangunan Solo modern. Awalnya cuma di sisi utara--yang sisanya masih bisa kita lihat sekarang yang kita kenal sebagai Jembatan Jurug Lama, lalu seiring berkembangnya waktu dibangun lagi di sisi selatan. Jadinya, ada dua Jembatan Jurug di sana.
Sebagai salah satu jembatan ikonik di Kota Solo, Jembatan Jurug juga menyimpan mitos yang melegenda. Yang paling populer tentu saja legenda Onggo-Inggi. Menurut Guntoro warga Jaten, Karanganyar, Jawa Tengah, sebagaimana dia sampaikan kepada Tribun Solo, buka-bukaa soal mitos onggo-inggi yang ada di jembatan itu, yang dia sebut sudah ada sejak 1970-an.
Onggo-inggi sendiri digambarkan sebagai perwujudan makhluk halus yang hanya memiliki kepala dan rambut."Ya dulu mas-mas yang mancing atau warga sering kadang istilahnya sering dilihatin, wujud kadang seperti gundul apa itu, kepala ada rambutnya," kata Guntoro, kepada TribunSolo.com.
Disebutkan makhluk itu kerap menjadikan perawan atau perjaka sebagai mangsanya. Selain onggo-inggi, Guntoro bercerita juga sering muncul peri yang terlihat di jembatan tersebut. "Orang pejalan kaki atau yang naik motor sering diweruhi. Kadang bisa peri, pocong, di pojok itu, kadang seperti peri, tapi naik motor diboncengin," ujarnya.
Menurutnya, nuansa mistis yang kental di Jembatan Jurug A bisa dikarenakan berbagai faktor. Salah satunya karena jembatan ini masih sering digunakan untuk melarung ari-ari bayi yang baru lahir serta untuk membuang sesajen di titik tertentu.
"Juga untuk ngelarung ari-ari, benda pusaka untuk dilarung juga. Kadang-kadang juga kalau pas ada orang yang punya keyakinan masih buang sesajen di titik tertentu," ucapnya."Setelah sesajen itu sudah berkurang, kadang kalau telat muncul lagu."
Meski besar di daerah Jurug, Guntoro tetap merinding jika harus melewati jembatan Jurug A. "Kalau lewat dulu sering merinding, saya sering malam-malam lewat, dari pesan orang tua kalau enggak salah harus klakson atau ya salam," tuturnya.
Faktor lain disebutnya adalah usia atau umur dari jembatan itu sendiri. Jembatan Jurug A sendiri sudah puluhan tahun berdiri di atas sungai Bengawan Solo. Dibangun sekitar tahun 1913 oleh Pakubuwono X, jembatan itu selesai dibangun dua tahun kemudian atau sekitar tahun 1915. Sampai saat ini jembatan Jurug A masih sering dilintasi warga dengan kendaraan roda dua hingga sepeda.
Sementara menurut Siyanto, juga dikutip dari Tribun Solo, jembatan tersebut sering dijadikan lokasi pembuangan mayat. "Tahun 65 sampai 66 itu sering terjadi pembuangan mayat, mayat aktivis. Malam, enggak ngerti yang nembak siapa tapi ada mayat bergelimpang," kata Siyanto.
Bahkan, mayat yang dibuang di sana tidak hanya satu orang, namun ada dua hingga tiga mayat.Selain itu, Sriyanto menceritakan jembatan yang sepi membuatnya sering menjadi lokasi bunuh diri.
"Lokasi tersebut karena sepi sering dibuat bunuh diri orang," ujarnya.
Dia juga mengungkapkan, jembatan tersebut tetap kokoh berdiri saat banjir besar terjadi pada tahun 1966 melanda Kota Solo. "Sampai saat ini masih berdiri kokoh, hanya memang untuk jalannya ada yang berlubang," ungkapnya.
Di Jembatan Jurug juga sering ada kembang tabur. Kembang tabur ini mengacu pada aktivitas menabur kembang untuk mengenang jenazah yang dilarung di Sungai Bengawan Solo. Ada juga yang sengaja menabur untuk mengenang korban tenggelam di sungai yang tak ditemukan jasadnya.
Selain onggo-inggi, masyarakat setempat juga percaya ada gundul pringis dan pocong di sekitar Jembatan Jurug. Begitulah, selalu ada cerita di luar nalar pada setiap bangunan atau ikon penting sebuah kota, termasuk Jembatan Jurug.