TRIBUNNEWS.COM - Mengenal apa itu Pacu Jalur, tradisi lomba mendayung perahu panjang khas Kuantan Singingi, Riau.
Baru-baru ini, ramai video pendek yang menampilkan tradisi Pacu Jalur di media sosial, khususnya TikTok.
Dalam video yang beredar, terlihat sekelompok orang mendayung di sungai.
Uniknya, ada seorang bocah yang berada di depan melakukan sebuah gerakan dengan posisi berdiri. Sementara, anggota lainnya menggerakkan dayungnya agar sampai ke tujuan.
Melalui Pacu Jalur tersebut, memunculkan tren yang disebut dengan istilah Aura Farming.
Bahkan, sejumlah netizen turut membagikan video yang mengikuti gaya para pendayung dan gerakan seseorang yang berdiri dan beraksi di atas perahu atau jalur.
Istilah Aura Farming ini, diketahui menggambarkan seseorang yang memancarkan aura keren atau berkarisma.
Istilah Aura Framing pun populer dan tren di media sosial.
Seperti yang diunggah di salah satu akun TikTok @cecepjiaa. Akun tersebut, mengunggah video aksi sejumlah orang ketika Pacu Jalur. Dalam unggahannya, juga disematkan keterangan "Dika aura farming".
Hingga berita ini ditulis pada Selasa (2/7/2025), video tersebut, telah dilihat lebih dari 45 ribu kali.
Dalam unggahan lainnya, juga memunculkan seorang anak yang melakukan aksi gerakan di atas perahu. Ia berada di urutan paling depan dari para pendayung.
"King of Aura,anak kecil yang sedang viral di dunia," tulis akun yang sama.
Berdasarkan penelusuran Tribunnews, sebenarnya video mengenai Pacu Jalur juga sudah tren sebelumnya.
Namun, baru-baru ini kembali populer di TikTok. Sejumlah akun di TikTok turut mengunggah video Pacu Jalur yang tren.
Dikutip dari situs resmi Kemdikbud, Pacu Jalur merupakan sejenis lomba dayung tradisional khas daerah Kuantan Singingi (Kuansing) yang hingga sekarang masih ada dan berkembang di Provinsi Riau.
Lomba dayung ini, menggunakan perahu yang terbuat dari kayu gelondongan yang oleh masyarakat sekitar juga sering disebut jalur.
Sejak beberapa tahun, Pacu Jalur telah masuk ke kalender pariwisata nasional di Riau yang diadakan oleh masyarakat Kuansing.
Kegiatan Pacu Jalur merupakan pesta rakyat yang terbilang sangat meriah.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, Pacu Jalur merupakan puncak dari seluruh kegiatan, segala upaya, dan segala keringat yang mereka keluarkan untuk mencari penghidupan selama setahun.
Singkatnya, Pacu Jalur selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Masyarakat Kuantan Singingi dan sekitarnya pun tuah ruah menyaksikan acara ini.
Selain sebagai event olahraga yang menarik animo masyarakat, festival Pacu Jalur juga mempunyai daya tarik magis tersendiri.
Festival Pacu Jalur merupakan hasil budaya dan karya seni khas yang merupakan perpaduan antara unsur olahraga, seni, dan olah batin.
Namun, masyarakat sekitar percaya bahwa yang banyak menentukan kemenangan dalam perlombaan ini adalah olah batin dari pawang perahu atau dukun perahu.
Pacu Jalur diselenggarakan di pinggir Sungai Kuantan (Teluk Kuantan) yang juga dikenal dengan nama Tepian Narosa di Kecamatan Kuantan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi.
Lokasi Pacu Jalur yang berada di Tepian Narosa berjarak kira-kira 150 km dari Kota Pekanbaru ke arah selatan.
Sementara itu, mengenai bahan baku perahu atau jalur rupanya berasal dari kayu gelondongan yang diambil dari hutan wilayah Kuantan Singingi. Jadi, bukan sembarang kayu yang bisa dipergunakan untuk jalur ini.
Sebelumnya, tukang jalur atau orang yang ahli dalam membuat jalur pergi ke hutan untuk survey kayu.
Ada berbagai kriteria kayu yang dijadikan sebagai jalur, terutama besar (diameter) dan panjang kayu.
Setelah ditandai, penebangan terhadap kayu dilakukan. Namun, ada ritual tersendiri. Ini filosofinya adalah menghormati dan minta izin kepada hutan belantara untuk mengambil kayu yang cukup besar.
Dikutip dari wonderfulimages.kemenparekraf.go.id, Kepala Dinas Pariwisata Riau, Roni Rakhmat (saat itu), menjelaskan mengenai tiga orang yang terlihat menari saat jalur melaju kencang.
Yakni ada Tukang Tari atau Anak Coki yang menari di posisi paling depan, kemudian ada Timbo Ruang berada di tengah jalur yang bertugas sebagai pemberi komando bagi para anak pacu atau atlet.
Ketiga, ada Tukang Onjai yang berada posisinya paling belakang, fungsinya untuk mengarahkan jalur. Ketiganya memiliki peran masing-masing.
"Biasanya bocah penari ini akan menari di depan jalur kalau dia menang atau unggul. Kalau masih berimbang biasanya hanya berayun-ayun saja. Setelah finish dia sujud syukur di ujung perahu," kata Roni.
Hal itu, lantaran berat badan anak-anak tergolong ringan. Sehingga posisinya berada di depan jalur.
"Anak-anak kan badannya ringan, ada dewasa di tengah itu untuk memberikan aba-aba juga. Lalu di ujung itu agak dewasa sedikit karena dia akan memberi daya dorong ke jalur namanya onjai," jelas Roni.
Roni mengatakan, keterlibatan bocah sebagai penari sempat hilang saat event digelar beberapa kali terakhir.
Namun, tahun ini (tahun 2023, saat dikabarkan situs Wonderful Indonesia Kemenparekraf), semua jalur wajib memiliki tiga elemen seperti penari, timbo ruang, dan onjai.
"Sempat dihilangkan untuk penari dan onjai. Tapi mulai tahun ini itu wajib semua jalur ada, kita mau angkat ini sebagai event budaya yang bukan hanya fokus pada juara. Kita bangga karena para penari ini dikenal dunia," lanjut Roni.
(Suci Bangun DS)