TRIBUNJATIM.COM - Kasus guru selewengkan tabungan siswa kembali jadi sorotan.
Sebelumnya kasus ini terjadi di Pangandaran, Jawa Barat, guru SD habiskan tabungan siswa Rp343 juta.
Kini kasus serupa terjadi di Ogan Ilir.
Bu Guru berinisial DA, pakai uang tabungan siswanya untuk bayar utang pinjaman online (pinjol).
Kasus ini terbongkar gegara wali murid protes tak bisa mencairkan tabungan anak mereka.
Seorang oknum guru SD di wilayah Payakabung, Kabupaten Ogan Ilir Sumsel berinisial DA (37), ditangkap jajaran Satreskrim Polres Ogan Ilir.
Oknum guru ini ditangkap setelah terbukti melakukan penggelapan uang tabungan siswa.
Kasus ini mencuat setelah sejumlah wali murid melapor ke polisi karena tabungan anak mereka tidak dapat dicairkan.
Kapolres Ogan Ilir melalui Kasat Reskrim AKP Muhammad Ilham membenarkan penangkapan tersebut.
“Iya, kemarin kami mengamankan seorang oknum guru SD. Saat ini yang bersangkutan telah ditetapkan sebagai tersangka,” ujar Ilham saat dikonfirmasi oleh Sripoku.com dan TribunSumsel.com, Senin (30/6/2025).
Dalam pemeriksaan awal, tersangka mengaku telah menggelapkan uang tabungan siswa senilai lebih dari Rp100 juta.
Uang tersebut seharusnya disimpan dan dikelola untuk keperluan para siswa, namun justru digunakan oleh DA untuk kebutuhan pribadi, termasuk melunasi pinjaman online (pinjol).
“Menurut pengakuan tersangka, uang digunakan untuk membayar utang dan kebutuhan sehari-hari,” ungkap Ilham.
Atas perbuatannya, DA dijerat dengan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, dengan ancaman hukuman empat tahun penjara.
Polisi hingga kini masih terus melakukan penyidikan lanjutan guna mengungkap kemungkinan adanya pihak lain yang terlibat atau jumlah korban yang lebih banyak.
“Proses hukum akan terus berjalan dan kami tegaskan bahwa tersangka akan diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” tegas AKP Ilham.
Kasus ini menyita perhatian masyarakat dan menimbulkan keresahan di kalangan orang tua murid, yang mengaku kecewa karena dana pendidikan anak-anak mereka justru disalahgunakan oleh oknum yang seharusnya menjadi panutan.
Kasus serupa juga sempat menggegerkan publik sebelumnya.
Seorang mantan pensiunan guru juga habiskan tabungan siswa SD Rp 343 juta.
Diketahui, kasus ini terjadi di SDN 1 Mekarsari, Kecamatan Cimerak, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat.
Kasus penggelapan uang ini mencuat setelah wali murid angkat bicara.
Mereka mempertanyakan tabungan anaknya yang tak kunjung diterima setelah lulus.
Ini seperti yang dialami rang tua murid di Mekarsari, Eful (40).
Hingga kini uang tabungan anaknya yang lulus tahun 2024 belum juga dikembalikan.
Anaknya bernama Irsyad dan kini sudah duduk di bangku kelas 1 SMP dan akan naik ke kelas 2. Namun, dana tabungan sebesar Rp 29 juta di SD Negeri 1 Mekarsari belum juga cair.
"Anak saya sudah SMP dan uang tabungan belum juga dikembalikan. Sudah setahun lebih mandek. Angkatan anak saya saja sekitar Rp 200 juta, itu belum termasuk angkatan tahun sekarang," ujar Eful, Senin (17/6/2025), melansir dari TribunJabar.
Sebelumnya, kata Eful, para orang tua murid sudah beberapa kali melakukan pertemuan di sekolah untuk meminta kejelasan soal dana tabungan, namun hasilnya nihil. Mereka hanya menerima janji-janji tanpa realisasi.
"Kami sudah sering kumpulan di sekolah, tapi hasilnya cuma janji. Belum ada kejelasan kapan uang bisa dikembalikan," katanya.
Berdasarkan penelusuran para orang tua, kata Ia, dana tabungan siswa disebut-sebut tersebar di beberapa pihak, mulai dari mantan guru, koperasi sekolah, hingga digunakan oleh pihak sekolah sendiri.
Meski pihak sekolah saat ini mengaku sudah berupaya menagih dana yang berada di luar, namun belum ada kejelasan mekanisme dan hasilnya.
"Dulu, kami lihat catatan di sekolah. Katanya uangnya ada yang dipegang mantan guru, ada di koperasi, dan ada juga yang dipakai sekolah. Kepala sekolah dan guru sekarang cuma jadi pelimpahan masalah, mereka juga bingung," ucap Eful.
Beberapa waktu lalu, Eful dan orang tua murid lain telah melaporkan masalah ini ke Dinas Pendidikan Kabupaten Pangandaran dan Koordinator Wilayah (Korwil) Cimerak, namun belum ada tindak lanjut signifikan.
"Kami harap Dinas Pendidikan bisa turun tangan serius. Jangan sampai masalah ini dibiarkan berlarut-larut. Ini menyangkut hak anak-anak kami," ujarnya.