TRIBUNMANADO.CO.ID - Kasus infeksi virus Hanta kini telah muncul di empat provinsi di Indonesia yaitu Yogyakarta, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Utara.
Berdasarkan data terbaru Kementerian Kesehatan RI per 19 Juni 2025, tercatat ada delapan kasus yang telah terkonfirmasi.
Kabar baiknya, seluruh pasien yang sempat terinfeksi dinyatakan sudah sembuh.
Salah satunya adalah seorang pria berusia 52 tahun asal Bandung Barat berinisial O, yang sebelumnya terpapar virus Hanta usai digigit tikus saat bekerja di proyek konstruksi di kawasan Ciwidey.
Meski tak ada kasus aktif saat ini, Kemenkes tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada.
Pasalnya, virus Hanta dapat menyebar dengan cepat, terutama di lingkungan yang padat dan sanitasi buruk.
Virus ini umumnya ditularkan melalui air liur, urine, dan kotoran tikus yang terhirup atau masuk ke tubuh manusia melalui luka terbuka atau makanan yang terkontaminasi.
Masyarakat diminta untuk menjaga kebersihan lingkungan, menghindari kontak langsung dengan tikus, serta segera memeriksakan diri jika mengalami gejala seperti demam tinggi, sakit kepala hebat, mual, dan nyeri otot, yang menjadi tanda awal infeksi virus Hanta.
Berikut artikel ini akan mengulas fakta-fakta virus Hanta beserta cara penularan dan pencegahannya.
Merujuk Kemenkes RI, virus Hanta adalah penyakit menular dari hewan ke manusia atau disebut sebagai zoonosis.
Seperti leptospirosis dan pes, virus Hanta disebarkan oleh hewan pengerat (rodensia).
Namun, virus Hanta belum banyak dikenal oleh masyarakat luas daripada leptospirosis dan pes.
Penyebab penyakit virus Hanta adalah virus dari genus Orthohantavirus yang dibawa oleh rodensia.
Jika terinfeksi virus Hanta, penderitanya bisa mengalami sebuah sindrom, yang dibedakan menjadi dua tipe.
Tipe yang tersebar luas di dunia, terutama di wilayah Eropa dan Asia, termasuk yang ditemukan di Indonesia adalah HFRS atau Haemorrhagic Fever with Renal Syndrome.
HFRS memiliki masa inkubasi selama 1-2 minggu.
Tipe penyakit virus Hanta selanjutnya adalah HPS atau Hantavirus Pulmonary Syndrome, yang hanya ditemukan di Benua Amerika.
Penyakit virus Hanta termasuk berbahaya karena bisa mematikan. Angka kematian masing-masing sindrom dari infeksi virus Hanta itu, yaitu 5-15 persen untuk HFRS dan 60 persen untuk HPS.
Jika terinfeksi virus Hanta, gejala awal biasanya muncul sekitar dua minggu setelah terpapar.
Gejala penyakit virus Hanta pada tahap awal bisa meliputi:
Beberapa penderita juga bisa mengalami sakit perut, diare, atau muntah.
Gejala lainnya akan berlanjut selama beberapa hari, biasanya sekitar 4 hari, terkadang 15 hari.
Pada orang yang terinfeksi tipe HPS, akan mengembangkan gejala berupa batuk dan sesak napas.
Gejala itu dapat menjadi parah dalam hitungan jam.
Gejala penyakit virus Hanta tersebut bisa terjadi karena cairan terkumpul di sekitar paru-paru dan tekanan darah menjadi rendah.
Orang dengan penyakit virus Hanta tipe HFRS sering kali infeksinya ringan dan tidak menimbulkan gejala.
Pada orang lain, gejala HFRS muncul samar-samar dan mendadak berupa:
Namun, penyakit virus Hanta tipe ini juga bisa menyebabkan infeksi parah.
Jika mengalami infeksi parah, penderita HFRS bisa mengalami gejala berupa:
Tingkat keparahan HFRS bervariasi tergantung pada virus yang menyebabkan infeksi.
Infeksi virus Hantaan dan Dobrava biasanya menimbulkan gejala berat, dengan 5-15 persen kasus berakibat fatal.
Sebaliknya, infeksi virus Seoul, Saaremaa, dan Puumala biasanya lebih ringan, dengan kurang dari 1 persen kematian akibat penyakit ini.
Menurut Kemenkes RI, strain virus Hanta penyebab tipe HFRS yang ditemukan di Indonesia paling banyak adalah strain Seoul virus.
Tikus dan celurut adalah hewan pembawa (reservoir) Orthohantavirus yang utama untuk bisa sampai ke manusia.
Kemenkes mencatat ada beberapa jenis tikus tertentu yang terkonfirmasi sebagai reservoir virus Hanta di Indonesia, yaitu Rattus norvegicus (tikus got) dan R. tanezumi (tikus rumah).
Jenis tikus lain yang menjadi reservoir adalah R. tiomanicus (tikus belukar), R. exulans (tikus ladang), R. argentiventer (tikus sawah), Mus musculus (mencit rumah), Bandicota indica (tikus wirok), dan Maxomys surifer.
Keberadaan dan sebaran Orthohantavirus pada reservoir di Indonesia telah dilaporkan di berbagai wilayah dan habitat di Indonesia.
Tikus yang terkonfirmasi sebagai reservoir virus Hanta ditemukan di lingkungan rumah, sawah, ladang, hingga hutan.
Sementara itu, penularan penyakit virus Hanta bisa terjadi melalui kontak langsung dengan reservoir utama, yaitu ekskresinya (saliva, urin, feses) yang mengenai kulit yang luka atau membrane mukosa pada mata, mulut, dan hidung.
Selain itu, ketika tanpa sengaja menghirup atau menelan debu atau partikel halus yang terkontaminasi virus Hanta.
Sampai saat ini, belum pernah ada laporan penularan virus Hanta terjadi antarmanusia.
Cara mencegah virus Hanta yang utama adalah dengan cara menghindari kontak dekat dengan hewan pengerat sebagai reservoirnya.
Cara mencegah selanjutnya adalag mengendalikan jumlah hewan pengerat di lingkungan rumah.
Adapun beberapa pencegahan lain yang dapat dilakukan adalah:
Penting untuk diingat bahwa sudah ada delapan kasus virus Hanta yang tersebar di empat provinsi.
Ditambah, reservoir virus Hanta ditemukan cukup beragam dan tersebar di beberapa tipe habitat di Tanah Air.
WhatsApp Tribun Manado: Klik di Sini