TRIBUNJAKARTA.COM - Aksi keji satpam berinisial Satria Johanda (25) alias Koyek diduga melakukan pembunuhan berantai terhadap tiga mahasiswi menggegerkan Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Satria Johanda alias Koyek yang dikenal ramah justru menjadi terduga pelaku pembunuhan berantai.

Ketiga korban tersebut pernah kuliah di STIE Keuangan Perbankan dan Pembangunan Kota Padang.

Korban bernama Siska Oktavia Rusdi (23) atau Cika, dan Adek Gustiana (24). Salah satu korban, Siska, diketahui sebagai kekasih pelaku.

Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel memberikan analisa mengenai kasus pembunuhan dan mutilasi ini.

Diketahui, pembunuhan keji itu terungkap setelah jenazah korban, berinisial SA (23) ditemukan di aliran Sungai Batang Anai, Padang Pariaman. 

Jenazah SA ditemukan warga pada Selasa (17/6/2025) lalu dalam kondisi tidak utuh.

"Tanpa kita buat profil tentang siapa korban yang tampaknya secara kebetulan semuanya adalah mahasiswi," kata Reza Indragiri dikutip dari tayangan Nusantara TV pada Sabtu (21/6/2025).

Reza melihat pelaku telah melakukan perbuatan serupa berulang kali. Hal ini, kata Reza, kuat mengindikasikan bahwa Koyek sudah belajar untuk melakukan aksi berikutnya.

"Dia terus mengasah keterampilannya. Dia membuat lebih fasih lagi cara-cara untuk melakukan perbuatan kejahatan sedemikian rupa," katanya.

"Mudah-mudahan pemirsa tidak menangkap secara salah kaprah apa yang saya katakan ini. Tapi yang ingin saya berikan garis bawah adalah ternyata secara getir perilaku jahat manusia juga merupakan hasil dari sebuah proses belajar," sambung Reza Indragiri.

Ia pun menyayangkan kasus pembunuhan dan mutilasi itu menjadi contoh konkret mengenai proses belajar untuk menjadi pelaku pembunuhan.

Tak hanya itu, Reza melihat hal yang lebih ekstrem yakni proses belajar menjadi pelaku pembunuhan.

"Dengan asumsi bahwa pelaku dari waktu ke waktu, dari satu korban ke korban berikutnya terus-menerus meningkatkan kefasihan perbuatannya," katanya. 

Menurut Reza, keberhasilan proses belajar itu diprediksi akan mendorong pelaku untuk mengulangi kembali proses belajar. 

Sehingga, lanjut Reza, kefasihan perilakunya semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Reza pun mengungkit vicarious learning dimana seseorang bisa melipatgandakan kefasihannya bukan melalui proses belajar secara langsung tetapi perbuatan orang lain.

"Keberhasilan yang dicapai oleh pihak-pihak lain bisa menjadi sumber reinforcement bagi si pelaku untuk mengalami akselerasi proses belajar. Nah, kalau kita sepakati tentang hal ikwal terkait dengan vicarious learning itu, maka sesungguhnya bagi saya tidaklah terlalu mengejutkan kalau si pelaku mengalami akselerasi proses belajar," ungkapnya.

Pembunuhan Terkuak

Kapolsek Batang Anai Iptu Wadriadi mengungkapkan awal mula pembunuhan yang dilakukan Satria alias Koyek alias Wanda.

Jenazah korban, berinisial SA (23) ditemukan di aliran Sungai Batang Anai, Padang Pariaman. 

Jenazah SA ditemukan warga pada Selasa (17/6/2025) lalu dalam kondisi tidak utuh.

"Mayat ini tidak ada kepala, kedua tangan dan kaki. Termasuk alat kelamin tidak ada," kata Kapolsek Batang Anai Iptu Wadriadi, Selasa (17/5). 

Setelah penyelidikan, polisi kemudian menangkap pelaku SJ (25) di rumahnya di Batang Anai pada Kamis (19/6). 

Kepada polisi, SJ mengaku membunuh SA karena masalah utang.

"Berdasarkan pengakuan pelaku karena sakit hati. Korban berutang ke pelaku sebesar Rp3,5 juta," sambung Kapolres Padang Pariaman Ahmad Faisol Amir, Kamis (19/6).

"Ini baru pengakuan pelaku saja ya soal utang piutang itu. Kami akan terus menyelidikinya."

Dua perempuan yang hilang sejak 2024 juga dibunuh. Polisi mengungkapkan, pelaku juga mengaku telah membunuh dua korban lain berinisial SO (23) dan AG (24). 

Dua korban adalah perempuan yang dilaporkan hilang sejak 2024 lalu.

Berdasarkan pengakuan pelaku, SO dan AG dibunuh dan jenazahnya dibuang ke sumur tua di dekat rumahnya. 

Polisi sedang membongkar sumur tua tersebut bersama petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Ibu korban SO yang mengetahui nasib anaknya setelah hilang sejak 2024 dilaporkan turut datang ke sumur tua tersebut untuk menyaksikan pembongkaran sumur. 

Namun, ibu korban, Nila Yunita tiba-tiba pingsan saat melihat pembongkaran sumur dan meninggal dunia.

"Kami mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya Ibu Nila," tambah Kapolres Padang Pariaman.

Dikenal Baik

Korban dikenal sebagai sosok yang baik di kampus. Ketiga korban tersebut pernah kuliah di STIE Keuangan Perbankan dan Pembangunan Kota Padang.

Ketua STIE KBP Padang, Suhelmi Helia, mengungkapkan bahwa selama menjadi mahasiswa Siska dan Adek dikenal baik oleh pihak kampus dan teman-temannya.

"Anaknya baik, pintar, aktif di kampus, tidak pernah ada masalah," ungkapnya, Jumat (20/6/2025).

Sementara itu, pihak kampus tidak terlalu mengenal dan mengetahui Septia Adinda karena hanya sebentar saja kuliah di STIE KBP Padang.

Suhelmi juga mengungkapkan bahwa beberapa hari setelah dikabarkan hilang, orang tua dari Siska datang ke kampus untuk menanyakan keberadaan anaknya.

"Tentu kami juga bertanya kepada orang tuanya,  bagaimana keseharian dari Siska ini, kemudian kami saat itu juga mendengar cerita kalau Adek ini sering ke rumah Siska untuk menyelesaikan skripsinya bersama, Adek pun sering tidur dirumah Siska," terangnya.

"Karena mengetahui hal itu, saya mencoba menghubungi Kapolres yang kebetulan juga merupakan anak teman kuliah saya dulu. Saya menyebutkan kalau ada mahasiswa saya asal Padang Pariaman sudah dua hari tidak pulang, kemudian pihak Polres menghubungi pihak keluarga Siska untuk mencari informasi awal," sambungnya.

Selanjutnya, kata Suhelmi, pihak kampus pun juga berusaha membantu untuk mencari keberadaan Siska dan Adek dengan cara mengabarkan kepada teman-temannya.

"Kita tanya teman-temannya, kita sebar informasi ke alumni jika ada yang melihat keberadaan meraka," ujarnya.

Suhelmi mengakui bahwa dirinya dan pihak kampus terkejut ketika mengetahui bahwa Siska dan Adek ditemukan dalam keadaan kondisi meninggal dunia terkubur di dalam sebuah sumur.

"Kemudian yang paling mengejutkan yaitu pelakunya adalah pacarnya Siska itu sendiri. Karena saya sebelumnya sempat bertemu dengan pelaku saat dimintai keterangan oleh polisi, saya juga sempat bertanya kepada pelaku dimana keberadaan Siska terakhir," katanya.

"Saya bertanya apakah benar pacarnya Siska, kemudian dimana kira-kira keberadaan Siska terakhir. Saat menjawab itu, si pelaku pun sedih dan menangis," sambungnya.

Sosok Satpam

Koyek yang dikenal ramah justru menjadi terduga pelaku pembunuhan berantai.

Penangkapan Koyek, Kamis (19/6/2025), membuat warga kampung geger. Pria 25 tahun yang bekerja sebagai Satpam itu ternyata menyimpan kejahatan besar di balik sikap pendiamnya.

Puluhan meter dari kediaman Koyek, Delvi Elfira, seorang warga yang terbiasa dengan rutinitas pagi, mendapati dirinya tersentak.

“Dari polisi yang ada di lokasi, saya dengar bahwa Wanda (sapaannya) telah melakukan mutilasi dan penguburan jasad di sumur dalam rumahnya,” tuturnya, Jumat (20/6/2025).

Bagi Delvi, Koyek adalah sosok yang tumbuh besar di lingkungan ini, seorang anak kedua dari tiga bersaudara.

Kakaknya bekerja sebagai HRD di sebuah pabrik bata, sementara adiknya merantau di Pekanbaru.

Koyek kecil, menurut Delvi, tak ubahnya anak-anak sebayanya: aktif bermain dan bersekolah.

“Ayahnya sudah meninggal sejak ia kecil, tapi saya tidak tahu pastinya, mungkin sewaktu masih duduk di bangku SD,” kenangnya.

Dewasa, Koyek memang lebih irit bicara, namun tetap mudah bergaul.

Ia pernah menempuh pendidikan hingga bangku SMA, bahkan sempat mencoba peruntungan dengan tes polisi meski tak lolos.

Sekitar dua tahun terakhir, ia bekerja sebagai Satpam di tempat kakaknya, sebuah pekerjaan tetap yang baru ia dapat.

“Makanya saya tidak menyangka kalau ia melakukan hal tersebut, kesehariannya tidak ada tanda-tanda pelaku pembunuhan,” ujar Delvi, menggelengkan kepala.

Seorang pemuda sebaya Koyek, Ferdiansyah, mencoba merunut asal muasal nama panggilan Koyek yang melekat padanya itu.

“Panggilan itu muncul begitu saja tanpa sebab yang jelas,” katanya.

Menurut Ferdi, nama itu tak muncul dari sifat atau ciri fisik yang menonjol, sebab Koyek memang tak memiliki keduanya.

Dalam pergaulan sehari-hari, Ferdi mengenal Koyek sebagai sosok yang santun dan tak pernah mencampuri urusan orang lain.

“Jika duduk di lapau, biasanya hanya pesan minum, main HP lalu pergi. Tidak banyak bicara, hanya sekadar senyum,” gambarnya.

Lebih dari itu, Koyek juga cukup aktif dalam kepemudaan dan kepengurusan masjid di daerah tersebut.

Serangkaian latar belakang inilah yang membuat Ferdi sangat terkejut dengan kedatangan polisi terkait dugaan pembunuhan berantai yang dilakukan Koyek.

Bagi masyarakat setempat, penangkapan Koyek adalah sebuah kejutan yang mengguncang.

Bagaimana mungkin seorang yang pendiam, tak suka ikut campur, dan pandai bergaul, ternyata adalah seorang pembunuh berdarah dingin.

Dua tahun terakhir, tak ada satupun warga yang melihat tanda-tanda perubahan pada Koyek, bahkan setelah ia diduga melakukan pembunuhan terhadap pacar dan teman pacarnya setahun lalu.

Koyek tetap menjalankan rutinitas hariannya, pergi kerja setiap malam, sesekali mampir ke lapau untuk secangkir teh atau kopi. (TribunJakarta.com/TribunPadang/TribunJabar)

Baca Lebih Lanjut
Mengingat Lagi Kasus Hilangnya Cika dan Adek di Padang, Setahun Hilang Ditemukan Tinggal Tulang
Eko Setiawan
Dosen Uniasman Bone Bantah Tilap Dana KIP Mahasiswi: Dia Tak Aktif Kuliah
Detik
Alat Kelamin Mayat Mutilasi di Sumbar Hilang, Polisi Tunggu Autopsi
Detik
Tersangka Mutilasi & Makan Daging Temannya di Sumbar Jalani Tes Kejiwaan
KumparanNEWS
GEGER Penemuan Mayat Mutilasi di Sumbar yang Terpisah 6 Km
Detik
Jejak Hitam Satria Johanda Bunuh 3 Wanita di Sumbar
Detik
Pihak Nikita Mirzani dan Reza Gladys Kekeuh Tak Ingin Berdamai, Sidang Mediasi Tetap Berlanjut?
Nesiana
Saat Hendak Saksikan Pembongkaran Sumur, Ibunda Korban Mutilasi di Padang Pariaman Sumbar Meninggal
Agus tri
Sosok Rawang Bocah Kelas 2 SD di Sulteng Histeris Dipaksa Berhenti Sekolah Gegara Tak Punya Ongkos
Angel aginta sembiring
Di Balik Ombak ada Kota yang Kutuju dan Rindu yang Kutinggalkan
RINI ANGGREANI -