TRIBUNBATAM.id - Saat rumahnya digeledah oleh pihak keluarga korban Siska Oktavia, tangis ibu dari SJ, pelaku pembunuhan berantai di Batang Anai, pecah .
Lima hari setelah Siska dilaporkan menghilang pada 12 Januari 2024, momen emosional itu terjadi.
Meski kala itu SJ justru berpura-pura membantu mencari korban, kpeluarga korban mengaku sudah mencurigai SJ sejak awal.
Ia bahkan dengan sukarela menawarkan diri menunjukkan rumahnya sendiri kepada keluarga dan warga.
Hal ini diungkapkan oleh kakak sepupu korban, Randa Yulianda (29), saat ditemui di rumah duka pada Kamis (19/6/2025) sore.
“Lima hari setelah Siska hilang, kami melakukan penggeledahan ke rumah SJ. Saat itu kami membawa SJ dan beberapa tokoh masyarakat setempat. Namun, kami tidak menemukan keberadaan Siska,” ujar Randa kepada TribunPadang.com.
Menurut Randa, upaya penggeledahan tidak berlangsung maksimal karena suasana yang emosional.
Ibu SJ terus menangis sejak rombongan datang, sementara penggeledahan dilakukan sekitar pukul 02.00 WIB dini hari.
“Kami merasa tidak enak. Ibunya terus menangis, jadi kami juga sungkan untuk memeriksa lebih jauh. Padahal SJ sempat menunjukkan bagian dapur dan sumur tua yang ternyata menjadi lokasi dikuburkannya Siska,” ungkapnya.
Ia menambahkan sikap SJ yang tenang dan ekspresi wajahnya seolah tak menunjukkan rasa bersalah membuat kecurigaan keluarga menghilang karena SJ pandai bersandiwara dan mampu mengelabui orang-orang di sekitarnya.
“Pelaku ini pandai bersandiwara. Wajahnya bisa berubah, seakan-akan bukan dia pelakunya. Bahkan waktu kami mau geledah rumahnya, dia sangat semangat dan berkata, ‘cepatlah, bang, pergi sama saya. Biar saya yang tunjukkan rumah saya itu’,” tutur Randa menirukan ucapan SJ.
Kini, fakta-fakta baru terus terungkap seiring penyelidikan mendalam terhadap aksi keji SJ, yang telah menewaskan tiga korban, termasuk Siska Oktavia.
Berikut deretan fakta kasus mutilasi dan pembunuhan di Batang Anai:
1.Penemuan Potongan Tubuh di Sungai Batang Anai
Pada Selasa, 17 Juni 2025, warga dikejutkan dengan penemuan potongan tubuh manusia tanpa kepala, tangan, dan kaki yang mengapung di aliran Sungai Batang Anai, Nagari Ketaping, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.
2.Identitas Korban Terungkap
Potongan tubuh yang ditemukan diidentifikasi sebagai milik seorang perempuan berinisial SA (25).
Korban diketahui warga setempat yang dikenal biasa saja dan tidak memiliki masalah menonjol.
3.Bagian Tubuh Ditemukan Terpisah
Potongan kepala ditemukan di TPI Padang Sarai, Kota Padang, sekitar enam kilometer dari lokasi awal, sementara bagian kaki ditemukan di Korong Talao Mundam, Nagari Ketaping.
4.Pelaku Mutilasi Berhasil Ditangkap
Polisi menetapkan seorang pria berinisial SJ alias Wanda sebagai pelaku utama.
Ia ditangkap oleh tim Polres Padang Pariaman yang bergerak cepat di bawah pimpinan Kapolres AKBP Ahmad Faisol Amir.
5.Motif Pembunuhan: Utang Rp3,5 Juta
Berdasarkan pengakuan pelaku, pembunuhan dilakukan karena korban tidak mampu membayar utang sebesar Rp3,5 juta. Masalah utang piutang ini memicu tindakan keji berupa penyekapan, pembunuhan, dan mutilasi.
6.Tubuh Korban Dipotong Menjadi 10 Bagian
SJ mengaku menyekap SA di sebuah kebun, lalu memotong tubuhnya menjadi sepuluh bagian.
Potongan-potongan tubuh tersebut kemudian disebar di berbagai titik sepanjang aliran sungai untuk menghilangkan jejak.
7.Ada 2 Korban Lain
Dalam pemeriksaan, SJ mengaku telah membunuh dua perempuan lain sekitar setahun lalu.
Kedua korban tersebut sebelumnya dilaporkan hilang dan kini diduga dikuburkan di dalam sumur di kawasan Pasar Usang, Batang Anai.
8.Polisi Lakukan Pengembangan di Lokasi Sumur
Petugas melakukan penggalian di lokasi sumur yang disebut pelaku sebagai tempat penguburan korban lain. Ini membuka kemungkinan SJ merupakan pembunuh berantai.
9.Pelaku Dikenal Ramah dan Tak Mencurigakan
Sejumlah rekan kerja pelaku mengaku terkejut, karena SJ dikenal sebagai pribadi ramah dan supel di lingkungan tempat kerjanya, tanpa menunjukkan tanda-tanda mencurigakan.
10.Warga Trauma dan Ketakutan
Kasus mutilasi yang menggegerkan ini meninggalkan trauma mendalam bagi masyarakat Batang Anai. Sungai yang dulunya menjadi sumber kehidupan kini berubah menjadi saksi bisu tragedi berdarah.