Grid.ID - Pernikahan Luna Maya dan Maxime Bouttier telah digelar pada Rabu (7/5/2025) kemarin. Acara yang diadakan di COMO Shambhala Estate, Gianyar, Bali tersebut berjalan dengan khidmat dan penuh haru.
Prosesi pernikahan Luna dan Maxime berlangsung dengan nuansa adat Jawa. Venue pernikahan pun dihias sedemikian rupa hingga terkesan berseni dan magis.
Selain suasananya yang sakral, penampilan Luna maya juga tak kalah menyita perhatian. Artis berusia 41 tahun tersebut tampil memukau dalam balutan kebaya putih yang dipadukan dengan jarik batik.
Aura pengantinnya semakin terpancar dengan riasan Paes Ageng Yogyakarta yang dimodifikasi serta dipadukan dengan veil putih menjuntai. Makeup Luna Maya pun terlihat flawless sehingga memberi kesan segar dan anggun tanpa berlebihan.
Tak seperti riasan pengantin tradisional, Luna Maya memilih tak menambahkan prada emas di paesnya dan alis panjang berbentuk tanduk rusa. Namun, ia tetap mempertahankan kesan etnik dengan cunduk mentul danuntaian bunga melati segar yang tersemat di sanggulnya.
Penampilan paes ageng Luna Maya sore itu tentu saja langsung menjadi perbincangan. Rupanya riasan yang dipilih Luna itu bukan sekadar dandanan biasa untuk mempercantik pengantin, lho. Paes Ageng Yogyakarta ternyata memiliki filosofi mendalam yang menarik untuk diulas.
Filosofi Paes Ageng Yogyakarta
Paes ageng merupakan satu dari enam jenis tata rias pengantin yang berasal dari Yogyakarta. Dibandingkan yang lain, riasan paes ageng Yogyakarta tergolong istimewa karena dulunya hanya boleh dipakai oleh keluarga kerajaan di lingkungan kraton.
Kini gaya makeup tersebut sudah bebas dipakai oleh berbagai kalangan di lokasi yang juga bervariasi. Bukan cuma itu, karena riasan ini dianggap sakral, sang juru rias juga perlu menjalani persiapan khusus.
Mengutip Kompas.com, para juru rias diwajibkan memiliki kekuatan batin serta kebersihan diri. Mereka harus menjalani puasa untuk menghasilkan hasil riasan yang cantik, bersinar dan manglingi.
Unsur yang cukup mencolok dalam penggunaan paes ageng Yogyakarta adalah alis tanduk rusa yang bercabang atau alis menjangan. Bentuk alis ini melambangkan kecerdikan, kecerdasan, dan keanggunan hewan tersebut sebagai inspirasi karakter untuk pengantin perempuan.
Ciri khas lain dari paes ageng Yogyakarta ini adalah paes prada. Ini adalah pola riasan yang berupa lengkungan hitam dengan garis emas di dahi pengantin perempuan.
Setiap bentuk lengkungan itu memiliki ukuran yang bebeda pula sehingga melambahkan simbol yang juga berlainan. Lengkungan kecil yang disebut pengapit melambangkan keseimbangan. Sedangkan lengkungan yang lebih besar melambangkan kebesaran Tuhan. Riasan ini memiliki filosofi agar perempuan dapat menjadi penyeimbang rumah tangga dan keluarga yang dijalankan di bawah kebesaran Yang Kuasa.
Ada pula pola riasan yang disebut cithak yang merupakan tanda kecil di dahi dan terletak di antara alis. Riasan ini mirip dengan milik perempuan India namun berbeda bentuk.
Cithak memiliki filosofi soal pola pikir perempuan. Diharapkan, pengantin perempuan akan menjadi sosok yang berpikir ke depan, fokus dan menjaga kesetiaan sebagai seorang istri.
Hal lain yang tak kalah unik adalah centhung, aksesori yang disematkan di kanan dan kiri kepala pengantin perempuan. Berjumlah dua buah, ini sebagai lambang soal gerbang kehidupan baru yang baru saja dilalui oleh pengantin perempuan bersama pasangannya.
Selain centhung, ada juga cunduk mentul, hiasan kepala yang disematkan di sanggul. Mengutip Tribun Solo, cunduk mentul merupakan gambaran sinar matahari yang berpijar memberi kehidupan. Cunduk Mentul berjumlah ganjil, biasanya 5 buah, dengan melambangkan sesuatu yang serba lebih atau sarwo linuwi.