TRIBUNNEWS.COM - Kasus pencabulan anak di Kecamatan Rappocini, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, terbongkar setelah seorang komika bernama Eky Priyagung mengunggah video di Instagramnya.
Eky yang sempat tinggal di Makassar mengaku menjadi korban pencabulan pada 2009 silam.
Pelaku pencabulan merupakan guru ngaji berinisial SN (49) yang juga mengajar di sebuah SD di Makassar.
Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana, mengatakan SN telah ditangkap dan masih menjalani pemeriksaan.
"Untuk pelaku ini (SN) yang melakukan juga kepada komika (Eky Priyagung) tersebut."
"Komika ini jadi korban sudah 16 tahun yang lalu," ungkapnya, Selasa (6/5/2025), dikutip dari TribunMakassar.com.
Ia menambahkan penyidik belum meminta keterangan dari Eky yang pertama kali speak up tentang kasus ini.
"Tapi keterangan dari komika ini belum kita ambil (secara resmi), hanya dia memberikan keterangan di media sosial bahwa dia jadi korban," lanjutnya.
Setelah penyidik memeriksa tiga korban lain serta beberapa saksi, SN ditetapkan sebagai tersangka.
"Sejauh ini kita hanya mengambil keterangan saksi yang sudah di-BAP. Nanti kita tunggu komika-nya hadir di sini dan kita periksa dan kita akan sampaikan kepada rekan-rekan," lanjutnya.
Tersangka yang berstatus ASN dihadirkan dalam konferensi pers di Mapolrestabes Makassar pada Selasa (6/5/2025) siang.
Diduga, aksi pencabulan anak yang dilakukan SN terjadi sejak 2000-an.
Hingga kini, jumlah korban yang melapor ada 10 orang dan ada kemungkinan jumlahnya bertambah.
"Tapi memang dugaannya ada kurang lebih dari 10 orang (korban). Nanti masih kita cari korbannya."
"Kita sudah tangkap satu orang tersangka. Tersangka ini sudah mengakui dia mencabuli sekitar 16 orang," tuturnya.
Berdasarkan pengakuan SN, kasus pencabulan dilakukan di ruang sekretariat masjid.
"Pelaku meminta anak tersebut untuk dikeluarkan spermanya oleh pelaku ini. Jadi pelaku ini, bahasanya masturbasikan kelamin laki-laki sampai keluar spermanya."
"Alasannya adalah karena kamu sudah baligh (dewasa), maka kamu harus dikeluarkan spermanya," imbuhnya.
Menurut Arya, tidak semua laporan dari korban dapat diproses karena terjadi belasan tahun lalu.
"Memang kita lihat rentang waktunya ada yang masih bisa kita sidik, ada juga yang sudah tidak bisa karena sudah kadaluwarsa, karena kasus sudah cukup lama," pungkasnya.
(Mohay) (TribunMakassar.com/Muslimin Emba)