TRIBUNNEWS.com - Video lawas Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, bertemu seorang bapak yang memiliki 11 anak, viral di media sosial.
Setelah ditelusuri Tribunnews.com, video itu rupanya cuplikan vlog Dedi yang tayang pada 12 Oktober 2024, atau enam bulan lalu.
Pertemuan Dedi dengan si bapak tersebut bermula saat ia bertemu anak-anak penjual roti.
Anak-anak yang masih bersaudara itu lantas diantar Dedi pulang ke kontrakan mereka, menggunakan mobil pribadi.
Diketahui, mereka tinggal di Desa Cikoneng, Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka.
Ketika bertemu bapak anak-anak tersebut, Dedi langsung bertanya apakah ia tak menggunakan kontrasepsi alias KB, hingga memiliki 11 anak.
Bapak tersebut mengaku sang istri sudah menggunakan KB, namun kebobolan.
"Nggak KB?" tanya Dedi, dikutip dari YouTube Kang Dedi Mulyadi Channel, Rabu (7/5/2025).
"Kita pernah coba, Pak. (Tapi) takdir Allah, Pak," jawab si bapak sembari tersenyum.
Saat disarankan Dedi agar si bapak yang KB, alih-alih menjawab iya atau tidak, ia hanya meminta doa.
"Akang aja yang KB. Kan bisa, aman," kata Dedi.
"Mohon doanya, Pak," jawab si bapak.
Mendengar jawaban si bapak, Dedi mengaku sebenarnya ia justru salut dengan anak-anak si bapak.
Sebab, ujar Dedi, meski tak menempuh sekolah formal, mereka pintar dan soleh.
Meski demikian, Dedi mengaku bersedia membantu anak-anak si bapak bersekolah formal.
Asalkan, si bapak bersedia menjalani KB.
"Memang soleh-soleh semuanya, tapi ya kalau 11 sih terlalu berat buat saya. Saran saya, anak-anak sekolah formal aja, sok aku bantuin."
"Tapi, aku minta Bapaknya KB. Jangan sampai 12. KB laki-laki itu Pak, itu kan hanya di sini (lengan), diikat," jelas Dedi.
"Anak Bapak banyak, 11. Saya muji Bapak yang berhasl mendidik anak-anak Bapak menjadi anak soleh-soleh."
"Tapi, walau bagaimanapun, saya berharap Bapak tidak nambah lagi," imbuh Dedi.
Lagi-lagi, si bapak secara tersirat menolak secara halus saran Dedi.
Ia mengatakan akan lebih dulu mempelajari KB untuk laki-laki.
"Saya pelajari nanti, Pak," jawabnya singkat sambil tertawa.
Lebih lanjut, Dedi kekeh menjelaskan KB untuk laki-laki tak memiliki dampak apapun.
Ia mengatakan, langkah pencegahan memiliki banyak anak, tak selalu dilakukan oleh perempuan.
Dedi menegaskan, para suami juga bisa menjadi peserta KB untuk mencegah kelahiran dengan banyak anak.
"Kita berusaha untuk mencegah. Kan boleh," ucap Dedi mengingatkan.
"Kalau mencegah kita sudah, Pak. Minum herbal sudah. Istri sudah pernah (KB)" sahut si bapak.
"Yang mencegahnya jangan yang perempuan, Pak. Teknologi sudah ada, tidak menimbulkan gangguan kesehatan, reproduksi Bapak berjalan normal, nggak ada soal," urai Dedi.
Dedi juga menjanjikan akan menyewakan keluarga si bapak tempat untuk usaha berjualan roti.
Ia juga memastikan si bapak bakal menerima gaji bulanan, jika bersedia menjadi guru bagi anak-anak di Majalengka yang tidak sempat sekolah.
Tapi, lagi-lagi Dedi menegaskan, bantuan itu akan diberikan apabila si bapak bersedia menjalani KB.
"Saya sewain tempat (usaha), serius. Tapi, Bapak (harus) mau KB," tegas Dedi.
"Saya siapin tempat Bapak ngajar di Majalengka, terutama (ngajar) anak-anak yang tidak sempat sekolah. Bapak ajarin baca tulis."
"Aku gaji tiap bulan, daripada di rumah nggak ada beras," urai Dedi.
Si bapak pun lagi-lagi menolak secara halus syarat Dedi.
Ia mengatakan akan melakukan salat istikharah dulu sebelum memutuskan menjalani KB.
"Nanti ngobrol dulu, Pak. Istikharah dulu," jawabnya.
Diketahui, saat bertemu Dedi Mulyadi, si bapak dalam keadaan sakit hingga tak bisa bekerja.
Bahkan, si bapak mengaku harus dipapah jika hendak ke kamar mandi.
"Kalau ke kamar mandi harus dipapah," ungkapnya.
Saat ditanya sudah berapa lama sakit, si bapak menjawab baru hitungan bulan.
Ia mengaku sempat tidak bisa melakukan kegiatan apapun selama tiga bulan.
Setelahnya, ia menjalani masa pemulihan selama sekitar empat hingga lima bulan.
"Berapa tahun sakit?" tanya Dedi.
"Nggak bertahun-tahun sih, Pak. Kalau tumbang bangetnya itu 3 bulan, pemulihan butuh waktu 4-5 bulan," jawab si bapak.
Akibat kondisinya itu, si bapak tidak bisa bekerja untuk keluarganya.
Sementara, sang istri membuat roti yang kemudian dijual oleh anak-anaknya, untuk menyambung hidup.
(Pravitri Retno W)