TRIBUN-MEDAN.COM,- Perusahaan Otobus Antar Lintas Sumatera (PO ALS) atau bus ALS merupakan moda transportasi darat yang namanya cukup dikenal di Sumatera Utara.
Tidak hanya di Sumatera Utara saja, bus ALS ini juga dikenal hingga ke Pulau Jawa.
Kendaraan dengan warna khas hijau tersebut sudah melayani penumpang selama puluhan tahun, baik di kawasan Pulau Sumatera, ataupun Pulau Jawa.
Angkutan darat ini menjadi pilihan masyarakat yang tidak memiliki cukup uang, untuk menumpangi pesawat menuju ke berbagai daerah di luar Sumatera Utara.
Karenanya, meski bus ALS ini digempur perkembangan zaman, tapi tak membuatnya lantas padam.
Bus ini tetap eksis hingga sekarang melayani penumpang menuju ke berbagai daerah di Indonesia.
Namun, selama melayani penumpang, tentu ada beragam cerita terhadap bus ALS ini.
Misalnya saja soal tragedi kecelakaan yang merenggut nyawa.
Satu contoh tragedi yang paling memilukan adalah ketika bus ALS yang melintas di Kelurahan Bukit Surungan, Kecamatan Padang Panjang Barat, Kota Padang Panjang mengalami kecelakaan tragis.
Sebanyak 12 penumpang dilaporkan tewas pada Selasa 6 Mei 2025.
Kendaraan dengan nomor polisi B 7512 FGA itu kondisinya rusak berat, dengan posisi terguling di pinggir jalan.
Karena tragedi ini pula, masyarakat pun ramai mencari tahu bagaimana profil bus ALS ini, hingga sejarah berdirinya angkutan darat tersebut.
Bus ALS beroperasi di bawah Perusahaan Otobus Antar Lintas Sumatera (PO ALS).
Angkutan darat ini berdiri pada 29 September 1966 di Kecamatan Kotanopan, Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.
Saat ini kantor pusatnya ada di kawasan Amplas, Kota Medan.
Cerita berdirinya bus ALS ini dimulai dari tujuh saudagar bersaudara, yang diinisiasi oleh H.
Pada masa itu, bus ALS awalnya hanya melayani angkutan dan pengiriman hasil bumi di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara.
Seiring berjalannya waktu, bus ini kemudian melayani penumpang dengan tujuan Medan-Kotanopan dan sebaliknya.
Karena permintaan yang tinggi di tengah masyarakat, bus ALS kemudian mengembangkan rutenya, yakni Medan-Bukittinggi (SUmatera Barat).
Kebetulan, jarak antara Kabupaten Mandailing Natal dengan Bukittinggi, Sumatera Barat tidak terlalu jauh.
Kabupaten Mandailing Natal menjadi perbatasan antara Sumatera Utara dengan Sumatera Barat.
Karena bus ALS makin dikenal masyarakat, pada tahun 1972, angkutan darat ini memperluas trayeknya ke kota-kota besar di Sumatera seperti Banda Aceh, Padang, Pekanbaru, Jambi, Bengkulu, Palembang, dan Bandar Lampung.
Pada masa itu pula, bus ALS turut mengembangkan rutenya hingga ke Pulau Jawa.
Namun, di masa itu, ketika kapal feri Ro-Ro belum hadir, bus ALS belum mampu langsung menembus daratan Pulau Jawa.
Mereka masih memakai jasa agen yang mengurus pemberangkatan penumpang dari pelabuhan Merak dengan kendaraan lain.
Di tahun 1980-an, setelah kapal feri Ro-Ro hadir, bus ALS membuka rute langsung ke Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan bahkan sempat melayani hingga Bali.
Sejak saat itu, bus ALS rutin melakukan perjalanan dari Sumatera Utara menuju Pulau Jawa.
Dalam menunjang pelayanan terhadap penumpang, bus ALS menggunakan sasis Mercedes-Benz yang tangguh, dan busnya kerap membawa banyak paket barang di atapnya, sehingga dikenal sebagai "Raja Paket."
Pada puncak kejayaannya sekitar tahun 1995, ALS memiliki sekitar 155 armada bus dengan kualitas armada yang selalu diperbarui setiap dua tahun.
Tiap bus biasanya ditandai dengan kode nomor pada pintu bus.
Kode nomor ini umumnya menunjukkan pemilik dari bus tersebut.(tribun-medan.com)