World App, merupakan sebuah aplikasi yang baru-baru ini dibekukan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi). Sebelumnya aplikasi ini juga menghebohkan publik karena warga di Bekasi.
Seorang warga Bekasi mengaku mendapatkan uang Rp 800 ribu hanya dengan sekali memindai iris matanya lewat World App. Dari sana, warga Bekasi lain berbondong ingin mencobanya juga.
Apa penyebab Kemkomdigi membekukan World App? Apakah karena aplikasi berbahaya?
Dalam situs resminya, dijelaskan bahwa World merupakan inisiatif global yang digagas pendiri OpenAI (ChatGPT) yakni Sam Altman. Pada dasarnya, World adalah dompet digital untuk mengelola uang kripto dan sejenisnya.
World App menjadi bagian dari perusahaan World. Di mana perusahaan produk keuangan tersebut memiliki empat jenis layanan yakni World ID, World App, World Coin, dan World Chain.
World App kemudian menjadi aplikasi untuk menyimpan World ID. World ID adalah sistem untuk membuktikan bahwa pengguna adalah manusia asli salah satunya dengan cara memindai iris pengguna.
World ID menjadi bagian dari sistem pengenalan yang memanfaatkan kecerdasan buatan (AI). World App juga bisa digunakan untuk aset digital seperti uang digital.
Misalnya dolar digital dengan banyak opsi seperti menyetor atau menarik lewat rekening bank, metode pembayaran lokal atau agen. Pembayaran lewat World App pun dapat dilakukan peer to peer agar transfer ERC-20 lebih ramah.
Dalam klaimnya, World App menyebut tak perlu informasi pribadi apapun dari penggunanya. Pengguna juga dapat memilih untuk mencadangkan kunci (terenkripsi) ke Google Drive atau iCloud untuk pemulihan.
Per harinya World App mencatat ada sebanyak 60.000 transaksi dan 25.000 pemeriksaan World ID. Pada awal debutnya, ada 1,5 juta orang yang bergabung dengan aplikasi.
Melansir Antara, Kemkomdigi mematikan aplikasi ini karena belum terdaftar dalam Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE). Selain itu, aplikasi tersebut belum mempunyai Tanda Daftar Penyelenggara Elektronik (TDPSE).
Pemblokiran ini juga dilakukan sebagai respons dari laporan mencurigakan soal aplikasi. Operasional World di Bekasi dijalankan oleh PT Terang Bulan Abadi (TBA) dan PT Sandina Abadi Nusantara (SAN). Namun, dalam izin PSE terdaftar atas nama izin PT SNA bukan TBA.
Tak hanya di Indonesia, aplikasi ini juga dicurigai oleh warga Amerika Serikat dan Uni Eropa. Banyak pihak khawatir dengan masalah privasi dan regulasi data dari aplikasi.
Menurut Chairman lembaga riset keamanan siber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC)Pratama Persadha, ada risiko bahaya di balik pemindaian World App melalui iris mata pengguna.
"Iris mata adalah bagian dari tubuh manusia yang sangat unik, tidak berubah sepanjang hidup, dan nyaris mustahil dipalsukan. Justru karena karakteristik inilah, iris mata menjadi data biometrik yang sangat sensitif dan bernilai tinggi, baik dalam konteks keamanan digital maupun dalam potensi penyalahgunaannya," ujar Chairman CISSReC Pratama Persadha dalam keterangan katanya dilansir dari detikInet, Selasa (6/5/2025). https://inet.detik.com/security/d-7901423/heboh-aplikasi-world-pakar-siber-ungkap-bahaya-scan-iris-mata
Penggunaan data lewat iris menurutnya lebih berbahaya dari kata sandi. Jika kata sandi masih bisa diubah saat kebocoran data, tetapi data iris mata tidak semudah itu.
Sehingga potensi bahaya dapat membuat data bocor ke pihak yang tidak bertanggung jawab. Potensi kriminal dan pemalsuan identitas juga mungkin dapat terjadi.
"Banyak kebocoran data besar di masa lalu menunjukkan bahwa bahkan perusahaan teknologi besar pun tidak kebal dari serangan. Jika data iris disimpan tanpa enkripsi atau dengan standar keamanan yang lemah, maka masyarakat sedang mengambil risiko besar tanpa perlindungan memadai," ungkap dia.