TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Survei Glints Taploker terhadap lebih dari 1.500 pencari kerja di Indonesia pada Maret April 2025 menunjukkan, 83,5 persen kandidat akan menerima tawaran pekerjaan yang kali ditawarkan kepada mereka.
Bahkan mereka akan tetap mengambil tawaran pekerjaan tersebut meskipun posisi tersebut bukan pekerjaan yang selama ini mereka idamkan.
Selain itu, sebagian besar kandidat berharap lamaran mereka diproses kurang dari 5 hari kerja. Jika perusahaan memproses terlalu lama, sebanyak 60,9 persen kandidat memilih untuk langsung melamar ke perusahaan lain.
Hal ini bertolak belakang dengan sisi perusahaannya. Banyak perusahaan di Indonesia masih terjebak dalam mitos "kandidat sempurna.
Mereka yakin dengan menunggu cukup lama, kandidat ideal yang memenuhi semua kualifikasi perusahaan akan muncul juga dengan sendirinya.
Kenyataannya, peluang menemukan kandidat sempurna ini kecil sekali, sedangkan 83,5 persen pencari kerja di Indonesia memilih menerima tawaran kerja pertama yang mereka dapatkan.
Akibatnya, perusahaan kehilangan banyak waktu untuk menunggu sedangkan kandidat yang terbaik sudah lebih dulu menerima tawaran dari perusahaan lain yang lebih cepat.
Sebagai rekruter, tim HRD perusahaan perlu menghindari proses rekrutmen yang pasif, yaitu sekadar melihat-lihat lamaran yang masuk tanpa benar-benar menindaklanjuti, menunda wawancara, dan menunggu kandidat 'sempuma" muncul.
Masalahnya, kandidat terbaik cenderung memilih tempat yang bisa memberikan kepastian dan respons lebih dahulu. Mereka tidak menunggu-nunggu.
Data di platform Glints TapLoker menunjukkan, selama 2 tahun terakhir, perusahaan yang menyeleksi kandidat dalam 2 hari sejak lowongan dibuka bisa menyelesaikan proses rekrutmen 20-25 persen lebih cepat dibanding perusahaan yang menunda-nunda proses tersebut.
Archreative Studio, perusahaan jasa konstruksi yang melakukan perekrutan karyawan dengan Glints TapLoker mendapati temuan tersebut.
Dengan pendekatan proaktif, tim HR mereka berhasil mempercepat proses rekrutmen dan menemukan kandidat tepat dengan lebih efisien.
Jika di awal tim HR sudah menemukan. kandidat yang memenuhi syarat utama, mereka tak akan mengulur-ngulur waktu dan menunggu kandidat lain yang lebih baik lagi.
Dengan begitu, perusahaan tak membuang waktu dan bisa segera menjalankan operasional timnya.
Ini membuktikan bahwa kecepatan dan kepastian dalam proses rekrutmen lebih penting daripada menunggu kandidat yang sempuma tapi belum tentu datang.
Berikut adalah langkah-langkah strategis untuk menghindari kehilangan talenta hebat akibat proses yang terlalu lambat:
1. Bergerak Cepat & Terlibat Secara Aktif
Tentukan skill dan kualitas inti yang benar-benar dibutuhkan untuk peran tersebut. Jangan terpaku pada daftar kualifikasi panjang yang tidak semua relevan.
Buat timeline perekrutan sebelum membuka lowongan. Misalnya, targetkan posisi terisi dalam 14 hari, dan konsisten dengan target tersebut.
Jangan hanya pasang lowongan dan menunggu. Tinjau lamaran setiap hari, hubungi kandidat potensial, dan jadwalkan wawancara secepat mungkin.
2. Hindari Proses yang Berlarut-larut
Cek lamaran setiap hari, dan usahakan merespons kandidat yang kuat dalam 2 sampai 3 hari. Gunakan tahapan rekrutmen yang terstruktur review wawancara keputusan dalam waktu maksimal 10-14 hari.
Jika proses rekrutmen Anda memakan waktu lebih dari 30 hari, kemungkinan besar kandidat terbaik Anda sudah menerima tawaran dari perusahaan lain.
3. Ambil Keputusan
Jangan menolak kandidat karena kekurangan kecil yang masih bisa dilatih.
Jika ada kandidat yang memenuhi 70-80 prsen kualifikasi dan menunjukkan sikap serta potensi yang baik, beri mereka kesempatan. Skill bisa dipelajari, tapı kesempatan merekrut orang hebat tidak datang dua kali.
Menunggu kandidat sempurna adalah strategi yang tidak realistis di pasar kerja yang bergerak cepat saat ini.
Jika ingin mendapatkan talenta terbaik, perusahaan harus lebih proaktif, bergerak cepat, dan mampu membuat keputusan yang cerdas serta efisien.
Intinya, jangan sampai kesempatan mendapatkan kandidat hebat hilang hanya karena terlalu lama berpikir dan bersikap pasif.